Komisi II Bahas Skema Pengelolaan Dana Otsus: Fokus SDM dan BLUD

Wakil Ketua Komisi II, Dede Yusuf Macan Effendi saat memimpin kunjungan kerja reses di Kantor Gubernur Aceh, Jumat (25/7/2025). Foto: Andri/vel
PARLEMENTARIA, Banda Aceh — Dalam kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke Aceh, Wakil Ketua Komisi II, Dede Yusuf Macan Effendi menyoroti pentingnya penguatan tata kelola sektor publik di Aceh, khususnya pada bidang pelayanan dan ekonomi lokal. Ia menilai bahwa manajemen sumber daya manusia dan pengelolaan kelembagaan seperti BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) dan BUMD harus diperkuat agar efek dana otsus bisa terasa lebih signifikan bagi masyarakat.
Menurut Dede, sektor-sektor tersebut masih masuk dalam ranah kerja Komisi II DPR RI dan perlu diberikan dukungan konkret. “Kalau BLUD tadi kan kita bicara rumah sakit, BUMD tadi belum sempat dibacakan. Kami malah mengundang Pak Wagub untuk datang ke Jakarta untuk bikin paparan lebih detail kepada kami,” ungkapnya. Saat memimpin kunjungan kerja reses di Kantor Gubernur Aceh, Jumat (25/7/2025).
Ia menilai, salah satu tantangan dalam pengelolaan daerah adalah belum adanya struktur kelembagaan dan manajerial yang memadai untuk memanfaatkan potensi ekonomi daerah. Oleh karena itu, Komisi II DPR akan mendorong adanya dukungan baik dari sisi regulasi maupun pendampingan kelembagaan.
Dede menekankan bahwa dana otsus seharusnya bukan hanya difokuskan pada pembangunan fisik semata, tetapi juga harus diarahkan untuk memperkuat fondasi ekonomi lokal dan kapasitas kelembagaan. Hal ini penting agar program-program daerah bisa berkelanjutan setelah masa dana otsus berakhir.
Politisi dari Partai Demokrat ini, menyampaikan dukungan penuh terhadap usulan perpanjangan dana otonomi khusus (otsus) Aceh yang akan berakhir pada tahun 2027. Dalam kunjungan kerjanya ke Aceh, Dede menyatakan bahwa banyak daerah di provinsi tersebut masih belum menunjukkan pertumbuhan pendapatan asli daerah (PAD) yang signifikan, sementara investasi swasta pun belum masuk secara masif.
Menurutnya, situasi ini menandakan bahwa Aceh masih sangat membutuhkan dukungan fiskal dari pemerintah pusat. “Kalau kita perhatikan, daerah-daerah masih banyak yang PAD-nya belum tumbuh dan berkembang, investasi juga belum masuk secara masif. Artinya, masih membutuhkan waktu,” ujarnya.
Dede juga menekankan bahwa Aceh bukan hanya memiliki nilai historis dan politis, tetapi juga keunggulan geografis strategis sebagai wilayah perbatasan dengan negara lain. Hal tersebut memperkuat alasan perlunya perpanjangan dana otsus, demi menjaga fungsi-fungsi perlindungan wilayah tersebut.
Usulan perpanjangan ini, tambahnya, akan dibahas lebih lanjut di internal DPR. Ia bahkan membuka opsi pembentukan Panitia Kerja (Panja) untuk secara khusus membahas masa depan Aceh pasca-2027. “Kawan-kawan mengusulkan ada panja terkait masalah Aceh ini. Saya persilakan saja, nanti hasil keputusan seperti apa,” jelas Dede. (man/aha)